FIGUR SANG PEMBINA PRAMUKA

Oleh: Mochamad Arry Welliansyah, S.E.,MG.,S.AP

“Pembina Pramuka yang Cakap tidak harus seorang guru yang berpengalaman, tidak harus seorang komandan pasukan, tidak juga seorang tokoh agama (kyai, pastor, dll) atau instruktur. Yang pasti ia harus mampu menempatkan dirinya sebagai seorang kakak, bisa melihat sesuatu dari sudut pandang anak-anak, bisa memimpin dan mengarahkan, serta bisa memberi dorongan dan semangat ke arah yang tepat”. (Lord Baden Powell).

Michael, 35 tahun, seorang ahli komputer yang bekerja di toko komputer dengan pelayanan purna jual. Ia juga seorang Pembina Pasukan. Pasukannya beranggotakan 25 orang remaja putra berusia antara 11 sampai dengan 15 tahun. Pasukan ini dikelola Michael dengan bantuan dua orang yang usianya sedikit lebih muda darinya. Seperti kebanyakan Pembina lainnya, Michael menjadi “pendidik” lewat pengalaman aktif, membesarkan anak-anaknya sendiri yang sekarang berusia 8 dan 10 tahun. Michael sama sekali bukan “pendidik profesional”. Ia hanyalah seorang yang peduli pada kaum muda dan masa depan mereka, serta telah memutuskan “berbuat sesuatu” untuk mereka.

Michael sendiri pernah menjadi anggota Pramuka. Berdasarkan pengalamannya, ia merasa bahwa Kepramukaan dapat mendidik kaum muda untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ia memutuskan untuk menjadi seorang Pembina Pramuka. Namun demikian, ia tidak begitu saja menerapkan kembali pengalaman yang telah ia peroleh dua puluh tahun yang lalu (bentuk-bentuk permainan ketangkasan dan kegiatan perkemahan) oleh karena itu ia sadar bahwa semua hal tersebut telah berubah. Bahkan ia merasakan sesuatu yang khusus ketika melakukan kegiatan bersama pasukan pramukanya.

Ketika Michael memikirkan anak-anaknya sendiri, tentang apa yang mereka lakukan dan tentang apa saja yang bisa terjadi atas diri mereka, ia merasa bertanggungjawab dan harus terlibat langsung dengan mereka. Bila sesuatu berjalan salah, itu berarti kesalahannya juga dan pasti ia akan ikut merasa bersalah pula. Oleh karena itu, ia harus berhati-hati dan tidak mencoba mengambil resiko. Terhadap pasukan yang ia bina, ia merasa ikut bertanggungjawab, tentu dengan cara yang berbeda. Perasaan takut berbuat salah dalam membina pun berbeda.

Memang Michael terlibat dalam membina kaum muda, namun mereka tidak boleh bergantung kepadanya. Hubungan antara Michael dengan kaum muda itu berbeda, karena mereka bukanlah anak-anaknya. Ia tidak boleh berharap agar mereka berhasil mencapai hal-hal yang dulu tidak bisa ia capai. Yang bisa ia harapkan adalah bagaimana kaum muda itu dapat mencapai apa yang mereka sendiri harapkan.

Setiap orang tahu bahwa membina anak orang lain, jauh lebih muda daripada membina anak sendiri. Para Pembina Pramuka pun tahu hal itu, termasuk Michael. Pertimbangan ini mungkin yang membuat ia harus membedakan hubungan antara dirinya dengan kaum muda. Bagi para ahli, mereka menyebutnya dengan “hubungan pendidik – peserta didik”. Bagaimanapun juga, bagi Michael, cara mendidik yang ia terapkan untuk para remaja dalam pasukannya harus sederhana. “Cara berhubungan” seperti itu memang sangat rumit dan melibatkan banyak unsur, namun cara tersebut pada dasarnya dirasakan dan dialami secara spontan, bukan ditimbang-timbang dahulu.

Ternyata cara itu berasal dari ide sederhana yang bisa dipahami setiap orang, yakni pendidikan pengembangan diri seseorang adalah suatu proses. Dengan kata lain, rentetan peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan dan muncul bergantian di sepanjang waktu (berbeda dengan peristiwa yang muncul dengan cepat).

Menurut para ahli, proses ini meliputi beberapa tahap dan untuk masing-masing orang, apapun kemajuan yang hendak dicapai (dalam bidang apapun) harus mengikuti proses ini. Pertama, harus ada kesadaran (awareness): “Kita bisa (I may)”, artinya secara fisik “kita mampu berjalan”, “kita bisa berlari atau memanjat”. Kesadaran ini kemudian merubah potensi “Kita bisa” menjadi suatu kemampuan, sesuatu yang mungkin: “Kita coba (I try)”, artinya “kita mengalami (berjalan, berlari dan memanjat)” dan siap menerima konsekuensi-konsekuensi dari pengalaman tersebut.

Mudah atau sulit sangat ditentukan oleh usaha, latihan dan juga resiko. Berdasarkan kesimpulan ini, kita melepaskan atau mengembangkan kemampuan ini: “kita tingkatkan keahlian dan penampilan kita” sehingga menjadi bagian dari pengalaman hidup kita.

Sepintas, proses ini rasanya rumit, namun nyatanya merupakan suatu proses alamiah, sebuah jalan yang seringkali kita tempuh. Sebagai pembina pramuka, Michael hanya mendampingi kaum muda yang ada di bawah tanggungjawabnya di masa itu. Tentu saja ia tidak boleh cuma mendampingi mereka, tetapi jelas ia harus menciptakan kondisi di mana proses kesadaran, pengalaman, analisis, kemajuan dan penggabungan semua proses itu bisa berjalan. Untuk bisa menolong para kaum muda, Michael menyiapkan sebuah metode, yaitu metode kepramukaan.

Michael sadar bahwa kemajuan seseorang harus tertuju pada terciptanya suatu individu yang dapat mandiri, mampu membuat keputusan-keputusan untuk dirinya sendiri, maupun bisa bersikap mendukung serta bersedia mempertimbangkan keinginan dan pandangan orang lain saat membuat berbagai keputusan atau pilihan. Ia juga tahu bahwa kepramukaan menawarkan sejumlah tujuan khusus mengenai kemajuan-kemajuan yang hendak dicapai. Ia memahami tujuan-tujuan itu, termasuk bagaimana tujuan tersebut disesuaikan dengan tingkat usia yang beraneka ragam.

Peranannnya sebagai seorang pembina pramuka, ialah untuk mengarahkan para remaja yang ia bina mencapai tujuan tersebut, mendorong mereka sambil sungguh-sungguh menyadari bahwa – karena hal ini mungkin – setiap remaja harus menerima dan menyesuaikan tujuan-tujuan tersebut dengan situasi mereka masing-masing, dan harus merumuskannya kembali untuk kepentingan diri mereka sendiri. Yang penting di sini ialah petunjuk umum. Petunjuk yang lebih terperinci pasti berbeda antara seseorang dengan yang berikutnya. Bilamana Michael, sebagai pembina pramuka (atau sebagai ayah), melupakan atau mengabaikan hal ini, berarti ia gagal untuk mencoba berbuat sesuatu bagi para remaja itu.

sumber: istimewa

Karena itu, bagi seorang Pembina, ada petunjuk-petunjuk umum yang harus diikuti, tujuan pendidikan yang harus dicapai. Petunjuk-petunjuk yang diuraikan di sini hanyalah awal, sebab dalam buku Scouting in Practice tidak menjelaskan bagaimana seharusnya kita mencapai tujuan-tujuan itu. Jika setiap saat ada satu pertanyaan bagaimana seharusnya kita memilih suatu kegiatan yang kita pahami baik untuk mencapai suatu tujuan, sungguh betapa mudahnya!.

Aktivitas atau kegiatan hanyalah “kendaraan”, bukan “sesuatu yang membawa kita ke sasaran atau tujuan tertentu (homing missile)!”. Unsur-unsur lain diterapkan juga dalam metode kepramukaan dan tugas Michael sebagai Pembina Pramuka, ialah menerapkannya dengan cerdik.

Mengambil contoh “sikap laku (behaving)” Michael dalam pasukan yang dibinanya (para ahli mungkin menyebutkan “gaya kepemimpinan” Michael), jelaslah bahwa cara tersebut harus konsisten dengan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Bila Michael ingin Pramuka yang dibinanya belajar tentang pentingnya dialog dan rasa menghargai orang lain dalam dialog, ia tidak bisa memaksakan pilihan dan keputusan-keputusannya kepada kelompok kaum muda itu. Apa yang terjadi, kegiatan yang dikerjakan, peraturan-peraturan dan tata tertib pasukan harus merupakan hasil dialog dan mencerminkan respek dari anggota yang lain.

Jika tidak, suatu situasi akan muncul di mana semua hasil dialog akan tampak sesuai dengan tujuan, namun bisa jadi hanya beberapa yang lebih sesuai daripada yang lain! Dalam hal ini, seorang Pembina Pramuka tidak boleh kompromi. Ia harus mempraktekkan apa yang ia katakan, karena rasa takut akan menghancurkan kepercayaan yang diberikan oleh kaum muda yang telah ia pilih untuk dibina dan yang ingin ia bantu untuk berkembang.

Kehidupan kelompok kaum muda sehari-hari, apa yang mereka alami, dan cara anggota-anggota kelompok berinteraksi satu dengan yang lain merupakan aspek lain yang memainkan peranan dalam proses pendidikan, di samping tujuan pendidikan, gaya dan kegiatan-kegiatan kepemimpinan. Mengapa harus menciptakan suatu kegiatan “dialog” atau “menyimak” sesuatu, sementara aspek-aspek dalam kehidupan kelompok diabaikan? Salah satu ciri khas penting dari Kepramukaan ialah benar-benar memberi nilai pendidikan ke dalam semua tindakan yang dilakukan sehari-hari, dan bagaimana tindakan-tindakan tersebut diterapkan sebagai suatu bagian yang menyatu dari proses pendidikan.

Karena alasan ini, ketika berdarmawisata atau berkemah, Michael memberi waktu kepada anggota Pramuka binaannya untuk mengatur, mempersiapkan makanan, mengelola perkemahan – dengan kata lain memberi kesempatan kepada mereka untuk hidup bersama. Sebagian Pembina Pramuka mencoba: “menghemat waktu” dengan meniadakan acara memasak (diserahkan kepada orang lain atau diganti hanya membawa makanan kecil), sehingga lebih banyak waktu terluang untuk “kegiatan”.

Kepramukaan adalah sebuah sekolah kehidupan. Tempat di mana kita belajar bagaimana seharusnya hidup ini kita jalani. Dengan berjalan kita belajar untuk berjalan dan mengambil resiko atas apa yang kita lakukan itu. Namun jangan lupa bahwa selalu ada tangan yang terulur untuk menerima dan mendukung kita.

Tentu saja ini hanyalah suatu gambaran, tetapi gambaran ini menunjukkan bagaimana Michael melihat peranannya sebagai seorang Pembina Pramuka, yakni menciptakan sebuah lingkungan di mana kaum muda bisa sadar akan apa yang dapat mereka lakukan, menciptakan suatu kondisi yang aman agar mereka bisa mencoba dan belajar dengan bebas, dan menciptakan cara agar mereka dapat meningkatkan dan memperluas pengalaman, kemudian menyatukan pengalaman-pengalaman tersebut ke dalam pengalaman hidupnya sendiri.

Seorang Pembina Pramuka harus bisa memusatkan perhatiannya kepada kebutuhan akan perkembangan mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisik setiap kaum muda secara penuh dan seimbang. Kita juga harus menjamin bahwa pada akhirnya kegiatan-kegiatan yang dijalani maupun kehidupan kelompok kaum muda sehari-hari dapat memampukan mereka berkembang dalam segala bidang. Ia juga harus berusaha untuk konsisten dalam tingkah lakunya sebagai seorang Pembina, mengenai ambisi dan tujuan yang ia nyatakan kepada pramuka binaannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *